.

.

Senin, 29 Agustus 2011

Mata Hati

Dia hanya tak ingin melarangmu,

dia hanya tak ingin kau merasa terkekang.

Dia hanya merasa rendah diri,

dia hanya butuh seseorang

yang mampu membuka matanya

dan meyakinkan bahwa dunia

tak seburuk yang dia kira.




Tahukah kau betapa dia

mengorbankan perasaannya

dari dulu terhadapmu?

Dia hanya tak ingin salah langkah,

dia takut kehilanganmu,

maka dia lebih memilih

untuk menghancurkan perasaannya.




Dia hanya merasa tak pantas untukmu,

karena kamu terlalu sempurna untuknya.

Dia hanya seseorang  yang malang,

yang butuh kau mengerti dan untuk dihargai

tentang perasaannya yang telah dia korbankan itu.





Dia tak meminta apa-apa darimu selain dicintai

dan dia ingin perasaannya kau jaga,

karena perasaannya yang hanya satu-satunya

telah dia korbankan untukmu.

Jangan sia-siakan dia,

mungkin hanya dia

yang melihatmu dari mata hatinya.

Karena dia buta.

Tak seperti mereka

yang hanya melihat indah luarmu

atau hartamu yang takkan abadi.




Dia hanya belajar

dari kesalahannya yang dulu



Sadarlah,

sadar!



Bahwa kau menyakiti hatinya!



Dia melihat dengan mata hatinya.




Jika hatinya kau lukai,

bagaimana dia bisa melihat lagi??

speechless...

Aku sadari kini aku tlah berubah menjadi lebih buruk dari sebelumnya. Bagai terhipnotis, aku melepaskan semua prinsip. Aku melakukan apa saja untuk mengimbangi gaya hidupmu yang random, hanya agar bisa senantiasa bersamamu. Aku sering tak habis-habisnya berpikir, apakah ini yang kalian sebut kebersamaan? Bahkan masuk neraka pun bersama?
Aku selalu mendengarkan apa tiap-tiap kata yang keluar dari mulutmu. Kata-kata biasa, namun tersirat sebuah tuntutan. Bahwa aku harus begini, bahwa aku harus begitu. kau tak memaksaku? Ya. Tapi kau terpaksa berkata, "Aku tak memaksamu." Seakan cintakulah taruhannya. Aku ingin menjadi aku, dan dicintai sebagaimana diriku biasanya. Jangan cintai aku seperti apa yang kau ingin lihat, namun cintailah aku yang aku.
Aku selalu mendengarkan apa tiap-tiap kata yang keluar dari mulutmu. Namun, kau? Setiap kata-kataku bagaikan  udara. Setiap saat ada namun tak pernah kau rasa. Sedikitpun kau tak mengerti betapa pentingnya permintaanku.
Kau selalu berceloteh tentang masa depan. Tapi apa yang bisa kita perbuat sekarang jika kau selalu bersenang-senang? Sejak pagi hingga pagi, selalu melakukan hal yang itu-itu saja, lalu berfoya-foya.